Kisah Tsa'labah

Kisah Tsa’labah

   Siang itu Rasulullah sedang sholat berjama’ah di masjid bersama paara sahabat beliau. Diantara sederetan para sahabat yang makmum di belakang Rasulullah, nampak seorang tengah baya yang kusut rambutnya dengan berpakaian lusuh. Ia dikenal sebagai seorang sahabat Rasulullah yang tekun beribadah.
         Setelah Rasulullah menyelesaikan sholat, sahabat berpakaian lusuh itu segera beranjak pulang tanpa membaca wirid dan berdoa terlebih dahulu. Rasulullah menegurnya,”Tsa’labah!.. Mengapa engkau tergesa-gesa pulang? Tidakah engkau berdoa terlebih dahulu? Bukankah tergesa-gesa keluar dari masjid adalah kebiasaan orang-orang munafik?”.
   Tsa’labah menghentikan langkahnya, ia sangat malu ditegur oleh Rasulullah, tetapi apa mau dikata, terpaksa ia berterus terang kepada Rasulullah,
“Wahai Rasulullah... kami hanya memiliki sepasang pakaian untuk sholat dan saat ini istriku di rumah belum melaksanakan sholat karena menunggu pakaian yang aku kenakan ini. Pakaian yang hanya sepasang ini kami pergunakan sholat secara bergantian. Kami sangat miskin. Untuk itu, Wahai Rasulullah... jika engkau berkenan, doakanlah kami agar Allah menghilngkn semua kemiskinan kami dan memberi rejeki yang banyak .”
    Rasulullah tersenyum mendengar penuturan Tsa’labah, lalu beliau berkata, “Tsa’labah sahabatku.., engkau dapat mensyukuri hartamu yang sedikit, itu lebih baik daripada engkau bergelimang harta tetapi engkau menjadi manusia yang kufur”. Nasehat Rasulullah sedikit menghibur hari Tsa’labah, karena sesungguhnya yang ada dalam benaknya adalah ia sudah bosan menjalani hidup yang serba kekurangan. Satu-satunya cara agar cepat menjadi kaya adalah memohon doa kepada Rasulullah, karena doa seorang utusan Allah pasti dikabulkan oleh Allah. Itulah yang selalu menjadi angan-angan Ts’labah, hingga keesokan harinya ia kembali menemui Rasulullah dan memohon agar beliau mau mendoakannya agar menjadi orang kaya.
   Rasulullah kembali menasehati, “Wahai Tsa’labah.. Demi Dzat diriku berada di tanganNya. Seandainya aku memohon kepada Allah agar gunug Uhud menjadi emas,Allah pasti mengabulkan. Tetapi apa yang terjadi jika gunung Uhud benar-benar menjadi emas, masjid-masjid akan sepi!. Semua orang akan sibuk menumpuk kekayaan dari gunung itu! Aku khawatir jika engkau menjadi orang kaya, engkau akan lupa beribadah kepada Allah..”. Tsa’labah terdiam mendengar nasehat Rasulullah namun dalam hatinya terkecamuk, “Aku mengerti Rasulullah tidak mau mendoakan karena beliau sayang kepadaku, beliau khawatir jika aku menjadi orang kaya, aku akan menjadi golongannya orang-orang yang kufur. Tetapi ku tidak seburuk itu, justru dengan kekayaan yang kumiliki aku akan membela agama ini dengn hartaku..”      Akhirnya Tsa’labah pulang. Ia merasa malu apabila terus memaksa Rasulullah agar mau mendoakannya. Namun keesokan harinya ia tidak kuasa menahan dorongan hatinya untuk segera terbebas dari belenggu kemiskinan yang kian menghempitnya. Ditemukannya Rasulullah, ia memohon untuk yang ketiga kalinya agar Rasulullah mau mendoakannya. Kali ini Rasulullah tidak bisa menolak keinginan Tsa’labah, beliau mengadahkan tangan ke langit.. “Ya Allah.. Limpahkanlah rejekiMu kepada Tsa’labah”.
Kemudian Rasulullah memberikan kambing betina yang sedang bunting kepada Tsa’labah. “Peliharalah kambing ini baik-baik..” pesan Rasulullah. Tsa’labah pulang membawa kambing pemberian Rasulullah dengan hati yang berbunga-bunga. “Dengan modal kambing serta doa Rasulullah, aku yakin aku akan menjadi orang kaya raya”.

     Hari berganti hari, bulan berganti bulan, Tsa’labah yang dulu miskin dan lusuh telah berubah menjadi orang kaya yang terpandang. Kambingnya berjumlah ribuan. Disetiap lembah dan bukit terdapat kambing-kambing Tsa’labah.
Pagi itu Tsa’labah berjalan-jalan meninjau kandang-kandang kambingnya yang sudah tidak sesuai dengan jumlah kambing yang terus berkembang biak.
“Hmm.. Aku harus pindah dari sini, mencari lahan yang lebih luas untuk menampung kambing-kambingku..”.
    Akhirnya Tsa’labah menemukan lahan yang luas di pinggiran madinah. Di sana ia membangun kandang-kandang baru yang lebih besar. Namun demikian perkembangan kambing-kambing Tsa’labah bagaikan air bah yang sulit di bendung. Kandang-kandang yang baru dibangun itu pun sudah penuh sesak oleh ribuan kambing. Dengan demikian setiap hari Tsa’labah disibukkan mengurus harta kekayaannya. Ia yang dulu setiap sholat lima waktu selalu berjamaah dimasjid, sekarang hanya datang ke masjid pada waktu sholat Dzuhur dan Ashar saja.
    Kini kandang-kandang yang baru dibangun tsa’labah di pinggir Madinah sudah tidak lagi memenuhi syarta. Maka ia memutuskan untuk mencari area yang lebih luas lagi. Tentu saja area yang masih sangat luas itu berada di luar Madinah. Tsa’labah sudah tidak memikirkan lagi bagaimana ibadahnya bila jauh dari Madinah. Kepalanya sudah dipenuhi dengan hubbuddunya (kesenangan dunia), hingga ia datang ke masjid hanya seminggu sekali yaitu pada waktu sholat Jum’at. Dengan semakin derasnya harta yang mengalir dirumah Tsa’labah, kini ia lebih senang tinggal dirumah daripada jauh-jauh datang kemasjid, bahkan sholat Jum’at pun ia tidak datang ke masjid..!
Sampai Rasulullah bertanya-tanya, “Wahai sahabatku.. sudah sekian lama Tsa’labah tidak kelihatan di masjid. Tahukah kalian bagaimana keadannya sekarang?”
“Wahai Rasulullah.. Tsa’labah sudah menjadi orang kaya. Lembah-lembah di Madinah maupun diluar Madinah,telah penuh seak dengan kambing-kambing Tsa’labah..”
“Benarkah? Mengapa ia tidak pernah menyerahkan shodakohnya sedikitpun?”.
Setelah Allah menurunkan ayat tentang kewajiban zakat. Rasulullah mengutus dua orang sahabat untuk menjadi amil zakat. Seluruh umat Islam di Madinah yang hartanya dipandang sudah nishob zakat didatangi, tak terkecuali Tsa’labah pun mendapat giliran. Kedua utusan Rasulullah membacakan ayat zakat dihadapan Tsa’labah. Kemudian setelah dihitung dari seluruh harta kekayaannya ternyata memang banyak harta Tsa’labah yang harus diserahkan sebagai zakat. Tak disangka, tsa’labah mukanya berubah merah, ia berang...
“Apa-apaan ini! Kalian mengatakan ini zakat..! Tetapi menurutku ini lebih tepat disebut upeti! Pajak! Sejak kapan Rasulullah menarik upeti! Hahh..?! Aku bisa rugi! Kalian pulang saja. Aku tidak mau menyerahkan hartaku..!”
Kedua utusan Rasulullah kembali menghadapRasulullah dan menceritakan semua perbuatan Tsa’labah. Beliau bersedih telah kehilangan seorang sahabat yang dulu tekun beribadah ketika miskin namun setelah kaya ia telah terpengaruh dengan harta kekayaannya.
“Sungguh celaka Tsa’labah! Celaka ia!”
Kemudian Allah menurunkan Ayat 75 dalam surat Al Taubah, tentang ciri-ciri orang munafik.
Ayat itu segera menyebar ke seluruh muslimin di Madinah, hingga ada salah seorang kerabat Tsa’labah yang datang memberitahunya..”.Celakalah engkau Tsa’labah! Allah telah menurunkan ayat karena perbuatanmu!”.

      Tsa’labah tertegun, ia baru sadar bahwa nafsu dan murka telah lama memperbudaknya. Kini ia bergegas menghadap Rasulullah dengan membawa zakat dari seluruh hartanya. Namun Rasulullah tidak berkata apa-apa kecuali hanya sepatah kata, “Sebab kedurhakaanmu, Allah melarangku untuk menerima zakatnya!”.
Rasusullah mengambil segenggam tanah lalu ditaburkan diatas kepala Tsa’labah..”Inilah perumpamaan amalanmu selama ini.. sia-sia belaka! Aku telah perintahkan agar engkau menyerahkan zakat, tetapi engkau menolak. Celakalah engkau Tsa’labah!”.
Tsa’labah berjalan lunglai kembali kerumahnya. Hari-hari dalam hidupnya hanya dipenuhi dengan penyesalan yang tiada arti. Sampaisuatu hari terdengar kabar Rasulullah telah wafat, ia semakin bersedih karena zakatnya tidak diterima oleh Rasulullah hingga beliau wafat.
    Tsa’labah mencoba mendatangi khalifah Abu Bakar sebagai pengganti Rasulullah. Ia dtang dengan membawa zakatnya. Apakah Abu Bakar menerimany? Abu Bakar hanya berkata, “Rasulullah saja tidak mau menerima zakatmu, bagaimana mungkin aku menerima zakatmy?”
Demikian pula di jaman ke khalifahan Umar bin Khattab, Tsa’labah mencoba menyerahkan zakatnya. Umar pun tidak mau menerima sebagaimana Rasulullah dan Abu Bakar. Bahkan sampai khalifah Utsman bin Affan juga tidak mau menerima zakat dari Tsa’labah karena Rasulullah , Abu Bakar dan Umar juga tidak mau menerima zakatnya.

Kehidupan yang hina dan penuh kemurkaan Allah telah menimpa seorang sahabat Rasulullah yang telah tenggelam di dalam gelimang harta hingga menyeretnya ke lembah kemunafikan. Ia telah melecehkan kemuliaan Allah dan RasulNya, sehingga membuahkan penderitaan yang kekal abadi di dalam neraka.**
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. KreasiKulo - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger